Mungkin agan-agan semua pernah dengar lagu ilir-ilir yang dulu kala adalah sebagai mediasi syi’ar agama yang dilakukan oleh para waliyulloh di tanah jawa yang terkenal dengan sebutan “Wali Songo” tidak hanya sebuah syair akan tetapi didalamnya mengandung sebuah muatan mistis dan juga arti yang sangat bijaksana. Dua lagu atau gending jawa dibawah ini mungkin sering agan2 denger, monggo disimak dulu...
Lir-ilir
Lir-ilir
Lir-ilir, lir-ilir
tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…
Sayup-sayup bangun (dari tidur)
Pohon sudah mulai bersemi,
Demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru
Anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,? (blimbing apa??)
walaupun licin(susah) tetap panjatlah untuk mencuci pakaian
Pakaian-pakaian yang koyak(buruk) disisihkan
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung terang rembulannya
Mumpung banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak ayo…
Tembang diatas sungguh luar biasa maknanya, kanjeng Sunan memberikan
pelajaran hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah dan mudah
diingat, coba mari kita kupas bait perbait dari makna tembang ini,
1. Lir-ilir, lir-ilir
tembang ini dimulai dengan ilir-ilir artinya bangun-bangun atau bisa
diartikan hiduplah (sejatinya tidur itu mati) bisa juga dimaknai sebagai
sadarlah. Tetapi apa yang perlu dibangunkan? yaitu hidup kita (ingsun)
hidupnya Apa ? Ruh? kesadaran ? fikiran? —terserah kita yang penting
disini ada sesuatu yang dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur
angin, berarti cara menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan
ini)..gerak menghasilkan udara. ini adalah ajakan berdzikir. dzikir yang
bagaimana??? (kita tanyakan pada diri kita masing-masing). dengan
berdzikir maka ada sesuatu yang dihidupkan.(kita fikirkan ini)
2. tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
kemudian dilanjutkan dengan bait berikutnya, bait ini mengandung makna
kalau sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat
menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Apakah ini pohon dhohir? tentu
tidak pohon disini adalah pohon kalimatan toyyibah. yang akarnya tetap
tertancap di bumi dan cabangnya ada empat serta tiap cabangnya
menghasilkan buah makrifat atas izin Tuhannya.
3. Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi, Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Bait ini memberikan petunjuk bahwa untuk mencapai buah dari pohon itu
kita harus jadi anak gembala, apa yang kita gembala? ya diri kita
sendiri yang perlu kita gembala, hawa kita, nafsu kita yng perlu kita
gembalakan, kita didik dan kita jadikan kendaraan untuk bisa mencapai
buah dari pohon toyyibah itu.
Susah susah ya ambil buah itu, meskipun susah buah dari pohon itu harus
kita ambil untuk mencuci pakaian kita, pakaian dhohir? tetnu bukan,
pakaian disini adalah pakaian Taqwa, pakaian taqwa ini harus kita cuci
dengan buah dari pohon itu.
4. Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir, Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Pakaian kita (taqwa) harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita
singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain
yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“. Kemudian jika
pakaian kita sudah dibersihkan, sudah kita rajut sangat indah maka
pakaian kita itu kita kenakan, kita pakai untuk kembali ke Tuhan (Inna
LILLAH).
5. Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane, Yo surako… surak hiyo…
Bait ini mengingatkan kita untuk cepat-cepat bangun/sadar, cepat
mengambil buah dari pohon toyyibah, kemudian mencuci pakaian dengan sari
buah/air dari pohon toyyibah tersebut untuk mencuci pakaian kita
(pakaian Taqwa). dengan pakaian Taqwa itu kita kembil ke Tuhan dengan
menggunakan pakain yang indah. sehingga kita kembali ke pada-NYA sebagai
Muttaqin.
Mumpung masih ada kesempatan, mari kita cepat-cepat untuk mengambil buah
Itu, untuk bisa mencapai buah itu, kita harus bangun/sadar/nglilir dari
tidak sadar/tidur, karena untuk mencapai buah itu sangat licin, mudah
terpeleset jadi harus sadar, untuk bisa sadar harus Dzikir karena Dzikir
itu untuk menyadarkan ruh kita dan mengingat Tuhan. (Keluar dari Lupa,
masuk Kepada Ingat)
sehingga kita bisa mengambil buah itu, kita pakai untuk mencuci pakaian Taqwa kemudian kita
Inna LILLAHI wa Inna ILLAIHI ROJIUUN. “sesunggunya saya dari Alloh, dan kembali kepada Alloh”. Amiin
SLUKU-SLUKU BATHOK
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Solo
Oleh-olehe payung montho
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleko dhuwit.
Sluku-sluku bathok
berasal dari Bahasa Arab : Ghuslu-ghuslu bathnaka,
artinya mandikanlah batinmu. Membersihkan batin dulu sebelum
membersihkan badan atau raga. Sebab lebih mudah membersihkan badan
dibandingkan membersihkan batin atau jiwa.
Bathoke ela-elo
Batine La Ilaha Illallah : maksudnya hatinya senantiasa berdzikir kepada
Allah, diwaktu senang apalagi susah, dikala menerima nikmat maupun
musibah, sebab setiap persitiwa yang dialami manusia, pasti mengandung
hikmah.
Si Rama menyang Solo
Mandilah, bersucilah, kemudian kerjakanlah shalat. Allah menciptakan Jin
dan manusia tidak lain adalah agar supaya menyembah, menghambakan diri
kepada-Nya. Menyadari betapa besarnya anugerah dan jasa yang telah
diperoleh manusia dan betapa bijaksana Allah dalam segala ketetapan dan
pekerjaan-Nya. Kesadaran ini dapat mendorong seorang hamba untuk
beribadah kepada Allah sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang
telah diterima. Manusia sendirilah yang akan memperoleh manfaat ibadah
yang dilakukannya.
Oleh-oleh payung muntho
Lailaha Illalah hayyun mauta : dzikir pada Allah mumpung masih hidup,
bertaubat sebelum datangnya maut. Manusia hidup di alam dunia tidak
sekedar memburu kepentingan duniawi saja, tetapi harus seimbang dengan
urusan-urusan ukhrowi. Kesadaran akan hidup yang kekal di akhirat,
menumbuhkan semangat untuk mencari bekal yang diperlukan.
Mak jentit lolo lobah wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek urip golekko dhuwit
Kalau sudah sampai saatnya, mati itu sak jenthitan selesai, habis itu
tidak bergerak. Walau ketika hidup sebagai raja diraja, sugih
bondo-bandhu, mukti wibawa, ketika mati tidak ada yang dibawa. Ketika
masih hidup supaya berkarya, giat berusaha.
Demikian, kilas balik rekaman masa kanak-kanak ketika ngaji di surau.
Jethungan, gebak sodor, jamuran dan model-model permainan lainya, penuh
simbol menuju kesadaran beragama. Dengan sarana-prasarana serta serta
fasilitas yang murah-meriah, pesan-pesan moral dapat terserap di hati
masyarakat.
Dakwah keagamaan dalam perkembangannya telah mengalami berbagai
perubahan bentuk cara dan penekanan. Dahulu pemaparan ajaran agama
dititik beratkan pada usaha mengaitkan ajaran-ajarannya dengan alam
metafisika, sehingga surga, neraka, nilai pahala dan beratnya siksaan
mewarnai hampir setiap ajakan keagamaan.
.
Sumber: http://www.kaskus.us